Senin, 21 November 2016

Jelajah Keindahan Pangalengan dengan Bersepeda



Pangalengan, dataran tinggi di wilayah Bandung Selatan menyimpan keindahan alam yang dibalut dengan keanekaragaman wisata petualang (adventure) mulai dari outbound, arung jeram (rafting) hingga sepeda gunung (mountain bike/MTB) atau bersepeda sambil berkemah (bike mountain).
Bagi penikmat MTB, kawasan Bandung Selatan memang sedikit terlupakan dibandingkan Bandung Utara, seperti Dago, Lembang atau Cikole. Salah satunya karena jarak tempuh lebih lama atau sekitar dua jam dari pusat kota Bandung, dibandingkan kawasan Bandung Utara yang relatif lebih dekat. Namun jangan salah, kawasan Bandung Selatan khususnya Pangalengan memiliki sejumlah trek sepeda gunung yang menantang, mulai dari tipe cross country (XC), all mountain (AM), hingga mini down hill (DH) dengan berbagai tingkat kesulitan dan karakteristik. Setidaknya ada tujuh trek sepeda gunung di kawasan Pangalengan. Sebagian besar kontour trek merupakan jalur bukit, bebatuan (makadam), dan tanah.
Salah satu trek MTB terbaru di Pangalengan adalah Wayang Windu Bike Park (WWBP) yang belum genap berusia empat bulan. Pangalengan juga cocok bagi keluarga yang sekedar gowes santai sambil wisata edukasi ke makam Bosscha, ilmuwan Belanda penemu teropong bintang.
Pada akhir pekan lalu, Journalist MTB (JMTB) didukung PT Blue Bird Group dan Pangalengan Adventure Bike (PAB) serta PT SAB Industries berkesempatan mengeksplor sejumlah trek MTB di kawasan dataran tinggi ini. Trek pertama yang dijajal adalah WWBP dengan kontour tanah dimana 90 persen berupa turunan dan 10 persen jalan datar. Trek berupa hamparan kebun teh ini begitu indah dan sejuk. Di sejumlah titik terlihat asap membubung dari geotermal atau Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Wayang-Windu milik PT Pertamina Geothermal Energy, PT PTPN VIII, dan PT Perhutani, dengan korporasi swasta PT Star Energy.
Berada di ketinggian 1.800 meter (m) di atas permukaan laut (dpl), WWBP memiliki tiga trek yang dikelilingi perkebunan teh Kertamanah milik PTPN VIII, yakni trek windu sepanjang 3,45 kilometer (km) cocok bagi pemula dengan variasi drop-dropan setinggi 20-30 cm. Kedua, trek wayang sepanjang 2,5 km sedikit teknikal dengan variasi turunan tajam panjang yang disisipi karung berisi tanah dan wall berm. Bagi yang minim teknik, melintasi titik ini sebaiknya sepeda dituntun guna menghindari risiko. Terakhir, trek down hill sepanjang 2 km. Dengan harga tiket Rp 22.000 plus free coffee arabica, pesepeda bisa loading bolak-balik menikmati serunya memacu adrenalin di WWBP. Finish trek WWBP adalah berupa jalan bebatuan dengan hamparan kebun teh di ketinggian 1.600 m.
Beres menikmati WWBP, perjalanan bersepeda dilanjutkan ke makam Bosscha- Situ Cileunca-Rahong. Trek XC sepanjang 22 km ini, cukup menantang dengan karakteristik single track jalan tanah, berbatu, kebun teh hingga menelusuri sungai di tengah lebatnya hutan pinus. "Sekitar 70 persen trek ini berupa turunan, 25 persen jalan datar dan sisanya menanjak," Ketua PAB Atep Rustandi kepada Beritasatu.com.







Di jalur ini, goweser bisa melihat makam Bosscha ilmuwan Belanda penemu teropong bintang. Sebagai informasi, Bosscha yang menginjakkan kakinya di Indonesia pada 1887, berhasil mengembangkan perkebunan teh Malabar Pangalengan pada 1896-1928, atau perkebunan teh pertama di Indonesia. Bosscha juga dikenal sebagai perintis berdirinya Technische Hogeschool atau saat ini dikenal Institut Teknologi Bandung (ITB), Observatorium Bosscha, gedung peneropong bintang dengan lensa terbesar di dunia saat itu (1923-1926) di Lembang serta perintis berdirinya Gedung Merdeka Bandung, tempat digelarnya Konferensi Asia Afrika pertama.
Di kawasan ini juga terdapat SD pertama di Kabupaten Bandung. Bangunan ini berada di kawasan kebun teh Malabar bersebelahan dengan SD Malabar 04 Bandung, Desa Banjarsari, Pangalengan. "Bangunan sekolah tua ini dulu dibangun oleh Bosscha tahun 1893 dan masih bertahan sampai sekarang," kata Atep.
Beres menikmati makam Bosscha, goweser melanjutkan perjalanan menuju Situ Cileunca dengan melewati single track tanah, jalan berbatu dan perkampungan penduduk. Situ Cileunca merupakan danau buatan yang pembangunannya berlangsung antara tahun 1919-1926. Konon pembangunan Situ ini memakan waktu lama karena luasnya wilayah dan penggunaan alat yang hanya menggunakan halu atau alat penumbuk padi. Dengan luas sekitar 180 hektare (ha) dan berada di ketinggian 1.500 m, Situ Cileunca menjadi cadangan sumber air bersih bagi warga kota Bandung.
















sumber :http://www.beritasatu.com/food-travel/360828-jelajah-keindahan-pangalengan-dengan-bersepeda.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar